Jumat, 12 Februari 2016

GAYA BELAJAR



A.    PENGERTIAN GAYA BELAJAR
                                       
Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.
Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).
Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar.
Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar.
Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya.
Dunn dan Griggs (1988) memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.
Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pembelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan Willis, 1989 : 4).
Definisi yang lebih menjurus pada gaya belajar bahasa dan yang dijadikan panduan pada penelitian ini dikemukakan oleh Oxford (2001:359) dimana gaya belajar didefinisikan sebagai pendekatan yang digunakan peserta didik dalam belajar bahasa baru atau mempelajari berbagai mata pelajaran.

B.     MACAM-MACAM GAYA BELAJAR

1. Visual (belajar dengan cara melihat)
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan pada peragaan/media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual :
a.       Bicara agak cepat
b.      Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
c.       Tidak mudah terganggu oleh keributan
d.      Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
e.       Lebih suka membaca dari pada dibacakan
f.       Pembaca cepat dan tekun
g.      Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
h.      Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
i.        Lebih suka musik dari pada seni
j.        Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1.      Gunakan materi visual seperti gambar-gambar, diagram dan peta.
2.      Gunakan warna untuk mencatat hal-hal penting.
3.      Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4.      Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5.      Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui nada suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :
a.       Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
b.      Penampilan rapi
c.       Mudah terganggu oleh keributan
d.      Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
e.       Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
f.       Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
g.      Biasanya dia pembicara yang fasih
h.      Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
i.        Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
j.        Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visual
k.      Berbicara dalam irama yang terpola
l.        Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1.      Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2.      Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3.      Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4.      Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5.      Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
a.       Berbicara perlahan
b.      Penampilan rapi
c.       Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
d.      Belajar melalui memanipulasi dan praktek
e.       Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
f.       Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
g.      Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
h.      Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
i.        Menyukai permainan yang menyibukkan
j.        Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
k.      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
l.        Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik :
1.      Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2.      Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil menggunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3.      Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4.      Gunakan warna terang untuk mengcatat hal-hal penting dalam bacaan.
5.      Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

C.    PENGERTIAN LEARNING DISABILITIES

Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar, kata disability diterjemahkankesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar.
Secara istilah juga terdapat banyak perbedaan dalam mendefinisikannya, yaitu : 1. Menurut Sunarta (1985:7) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya. 2. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori maupun ekspresif di dalam proses belajar. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkat kecerdasan, namun ‘kesulitan belajar’ lebih terkait dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan diatas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini nampak ketika anak mulai mempelajari mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.
Definisi federal yang dimaksud dengan istilah-istilah “ketidakmampuan belajar” adalah suatu ketidakberaturan pada satu atau lebih proses psychologikal dasar yang melibatkan pengertian atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat menunujukkan ketidaksempurnaan kemampuan untuk mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau membuat perhitungan matematik. Termasuk didalamnya adalah kondisi-kondisi seperti kemampuan persepsi, kerusakan otak, ketidakberfungsian otak secara minimal, dyslexia, dan perkembangan aphasia. Tidak termasuk didalamnya adalah permasalahan belajar yang disebabkan oleh penglihatan, pendengaran, gerak, atau keterbelakangan mental, atau gangguan emosi, atau yang disebabkan oleh ketidakberuntungan secara lingkungan, kultur, atau ekonomi (Amandement IDEA, 1997).
Definisi National Joint Commute on Learning Disabilities (NJCLD) ketidakmampuan belajar adalah istilah umum yang merujuk kepada kelompok heterogen dari kekacauan yang ditunjukkan dengan kesulitan nyata pada penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, menalarkan dan matematik. Kekacauan ini merupakan bagian dari individu, dan disimpulkan disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem nery pusat, dan dapat terjadi seumur hidup. Permasalahan dalam perilaku pribadi, persepsi sosial, dan interaksi sosial dapat terjadi pada ketidakmampuan belajar namun tidak dengan sendirinya menjadi ketidakmampuan belajar. Walaupun ketidakmampuan belajar dapat terjadi berdampingan dengan kondisi-kondisi cacat lainnya (misalnya, kerusakan sensori, keterbelakangan mental, gangguan emosi yang serius) atau dengan pengaruh luar (seperti pembedaan kultur, petunjuk yang tidak cukup atau tidak benar), mereka bukanlah akibat dari kondisi-kondisi atau pengaruh-pengaruh tersebut (NJCLD, 1990).
Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut berupa kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Masalah utamanya akibat adanya gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan, namun tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang berasal dari hambatan penglihatan, pendengaran, motorik, tuna grahita, gangguan emosional, kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi (The United States Office of Education, 1977 dalam Hallahan, Kauffman, LIoyd, 1985).

D.    MACAM-MACAM LEARNING DISABILITIES

1. Disgrafia (gangguan menulis)
Disgrafia adalah sebuah kekurangan dalam kemampuan untuk menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca, bukan karena kerusakan intelektual dan mungkin karena kelainan neurologis yang menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk.

Ciri-ciri disgrafia :
a.       Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
b.      Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
c.       Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
d.      Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
e.       Sulit memegang bolpoint maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
f.       Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
g.      Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
h.      Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

2. Disleksia (gangguan membaca)
Disleksia adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman. Penyandang disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tetapi juga dalam hal mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Disleksia dibedakan menjadi dua, yaitu developmental dan acquired.

Ciri-ciri disleksia :
a.       Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata. Contoh : suruh è disuruh; gula è gulka; buku è bukuku
b.      Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata. Contoh : kelapa è lapa; kompor è kopor; kelas è kela
c.       Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan. Contoh : buku è duku; palu è lupa
d.      Pembalikan atas-bawah (Reversal)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah. Contoh : m è w; uè n; nana è uaua; mama è wawa; 2 è 5; 6 è 9
e.       Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka. Contoh : mega è meja; nanas è mamas

3. Diskalkulia (gangguan berhitung)
Diskalkulia adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.

Ciri-ciri diskalkulia :
a.       Mengelompokkan (classification), yaitu kemampuan mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya.
b.      Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas dari dua buah objek.
c.       Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya.
d.      Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda + (penjumlahan),  - (pengurangan),  x (perkalian), atau  ÷ (pembagian), < (kurang dari), > (lebih dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain.
e.       Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung yang memiliki kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah penggunaan rumus atau kaidah suatu operasi hitung.

E.     MULTIPLE INTELLIGENCES

Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.
Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Secara rinci masing-masing kecerdasaan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1.    Kecerdasan matematika-logika
Kecerdasan matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu.

2.    Kecerdasan bahasa
Kecerdasan bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.

3.    Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.

4.    Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.

5.    Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan kinestetik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.

6.    Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.

7.    Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri.

8.    Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.

F.     KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA

1.    Perkembangan kognitif
·      (PIAGET) tahap operasional formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan)
·      Dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak, sistematis, ilmiah dalam memecahkan dari pada berpikir konkrit
·      Usia 16 tahun berat otak sudah menyamai orang dewasa
·      Terjadinya lingkaran Lobe Frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi (merumuskan perencanaan strategis atau mengambil keputusan)
·      Cara berpikir berkaitan erat dengan dunia kemungkinan (word of possibilities)
·      Kemampuan nalar secara ilmiah melalui pengujian secara hipotesis
·      Sudah memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya
·      Menyadari proses kognitif itu efisien atau tidak efisien
·      Berpikir semakin luas, bisa meliputi aspek agama, keadilan, moralitas, dan ide

2.    Perkembangan emosi
·      Masa puncak emosionalitas (perkembangan emosi yang tinggi)
·      Pertumbuhan fisik (terutama organ-organ seksual) mempengaruhi perkembangan emosi atau perasaan, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan
·      Perkembangan emosi yang sensitif dan reaktif terhadap situasi social
·      Emosi bersifat negatif dan tempramental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung)
·      Remaja akhir (21 tahun) sudah dapat mengendalikannya
·      Mencapai kematangan emosional merupakan masa yang sangat sulit bagi remaja
·      Faktor kondisi sosiol-emosional lingkungan keluarga dan teman sebaya dalam kematangan emosionalitas

3.    Perkembangan social
·      Berkembang “social cognition” kemampuan memahami orang lain (hubungan akrab: persahabatan/pacaran)
·      Pemilihan persahabatan dengan kualitas psikologis yang relative sama dengan dirinya (interes, sikap, nilai, kepribadian)
·      Berkembang sikap “conformity” kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan teman sebaya
·      Harus memiliki “social adjusment” yang tepat (kemampuan mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi)

Karakteristik penyesuaian social remaja :
a.         Di lingkungan keluarga
·      menjalin hubungan yang baik dengan anggota keluarga (orang tua dan saudara)
·      menerima otoritas orang tua (mau mentaati peraturan yg ditetapkan orang tua)
·      menerima tanggung jawab batasan-batasan (norma) keluarga
·      berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya
b.         Di lingkungan sekolah
·      bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah
·      berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah
·      menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah
·      bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan staf lainnya
·      membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya
c.         Di lingkungan masyarakat
·      mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
·      memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
·      bersikap simpati terhadap kesejahteraan orang lain
·      bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat. Seperti (Alexander A. Schneiders dlm bukunya “Personal Adjusment and Mental Healt”)

4.    Perkembangan moral
·      Tingkat moralitas remaja sudah lebih matang hasil interaksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya
·      Konsep moralitas tentang kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan
·      Perilaku moralitas sebagai pemenuhan fisik dan psikologisnya (adanya rasa puas dari penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya)
·      Tingkatan moralitas konvensional (berperilaku sesuai dengan harapan kelompok)
·      Tingkatan moralitas loyalitas (loyalitas terhadap norma yang berlaku dan diyakininya)

5.    Perkembangan kepribadian
·      Kepribadian merupakan sistem dinamis dari sifat, sikap, dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang beragam
·      Berkembangnya “identity” (jati diri) kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain, mempelajari tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya
·      Saat pertama usaha sadar dalam menjawab “who am I?”

James Marcia, mengemukakan 4 alternatif dalam menguji diri dan pilihannya :
a.    “identity achievement” memahami pilihan yang realistik, maka membuat pilihan dan berperilaku sesuai dengan pilihannya
b.    “identiy foreclosure” menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan
c.    “identity diffusion” kebingungan tentang siapa dirinya, dan mau apa dalam hidupnya
d.   “moratorium” usaha-usaha aktif remaja dalam menghadapi krisis pembentukan identitas diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar